1.
A mengancam B akan membuka rahasia perselingkuhannya
jika tidak mau menandatangani perjanjian jual beli dari salah satu rumah B yang
diinginkan oleh A.
2. C mengancam D, akan menuntut ke Pengadilan dengan
tuntutan penipuan, bila D tidak mau menandatangani perjanjian pengakuan hutang
dengan jaminan rumahnya di Jalan Diponegoro No. 12.
3. A mengadakan kontrak dengan seorang penyanyi bernama
Syahrini, ternyata setelah kontrak ditandatangani baru diketahui bahwa penyanyi
tersebut mempunyai nama yang sama dengan penyanyi Syahrini yang asli.
4.
B membeli oli yang diganti kalengnya dengan kaleng yang
asli dengan merek Super, demikian pula label-label lainnya, sehingga persis
seperti aslinya merek Super.
5.
A bermaksud mengadakan perjanjian jual beli mobil
Avanza dengan B, ternyata dia mengadakan perjanjian dengan orang yang bernama
sama dengan B. Sedangkan mengenai pokok perjanjian tidak ada keberatan
sama sekali, hanya keliru orangnya.
- Apakah perjanjian-perjanjian yang disebutkan dalam No. 1-5 dianggap sah ?
- Bagaimana akibat hukum dari perjanjian yang pernah dilaksanakan dalam No. 1-5 ?
Jawab :
- Pada kasus No.1 :
A mengancam B akan membuka
rahasia perselingkuhannya jika tidak mau menandatangani perjanjian jual beli
dari salah satu rumah B yang diinginkan oleh A. Perjanjian tersebut didasari
atas adanya suatu paksaan atau ancaman secara psikis yang dilakukan oleh A kepada
B dengan cara menakut-nakuti, sehingga B terpaksa menyetujui perjanjian
tersebut ( Pasal 1324 KUH Per ). Dikarenakan alasan adanya suatu ancaman /
paksaan itu maka perjanjian tersebut dianggap tidak sah. Dan akibat hukumnya
adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
- Pada kasus No.2
C mengancam D,
akan menuntut ke Pengadilan dengan tuntutan penipuan, bila D tidak mau
menandatangani perjanjian pengakuan hutang dengan jaminan rumahnya di Jalan
Diponegoro No. 12. Perjanjian tersebut tidak mengandung unsur paksaan, yang
memaksa D untuk menandatangani perjanjian pengakuan hutang. Meskipun terdapat
kata mengancam, namun mengancam disini bukanlah berarti suatu ancaman kekerasan
atau paksaan fisik ataupun psikis seperti kasus pada No.1. Pada dasarnya
yang diancamkan haruslah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang untuk
dilakukan, seperti menodongkan pistol ( acaman fisik ) atau mengancam akan
membuka rahasia ( ancaman psikis ). Akan tetapi ancaman untuk melakukan
penuntutan ke Pengadilan bukanlah suatu ancaman yang dilarang oleh
undang-undang. Seseorang berhak melakukan tuntutan ke Pengadilan, dikarenakan
dia merasa dirugikan oleh orang lain. Ancaman C kepada D tidak bisa dikatakan
sebagai suatu ancaman paksaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1324 KUH Per.
Karena memang merupakan suatu kewajiban bagi D untuk menandatangani surat
perjanjian pengakuan hutang apabila D meminjam uang kepada C. Jadi, perjanjian
disini merupakan perjanjian yang sah, karena tidak adanya unsur paksaan.
- Pada kasus No.3
A mengadakan
kontrak dengan seorang penyanyi bernama Syahrini, ternyata setelah kontrak
ditandatangani baru diketahui bahwa penyanyi tersebut mempunyai nama yang sama
dengan penyanyi Syahrini yang asli.
Di dalam
perjanjian tersebut terdapat unsur kekhilafan atau kekeliruan. Kekhilafan atau
kekeliruan disini termasuk kategori “error in persona”, seperti dalam kasus
ini, terdapat 2 orang yang berbeda tetapi memiliki nama yang sama. Hal itu yang
menyebabkan terjadinya kekhilafan atau kekeliruan yang dilakukan oleh A.
Menurut Pasal 1322 KUH Per, dikarenakan adanya kekhilafan atau kekeliruan
tersebut, maka perjanjian tersebut tidak sah dan akibat hukumnya adalah
perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
- Pada kasus No.4
B membeli oli
yang diganti kalengnya dengan kaleng yang asli dengan merek Super, demikian
pula label-label lainnya, sehingga persis seperti aslinya merek Super. Dalam
kasus No.4 terdapat adanya tipu daya atau tipu muslihat yang dilakukan oleh B,
yang sebenarnya merugikan orang lain semata untuk memperoleh keuntungan. Tipu
muslihat yang dilakukan oleh B yaitu dengan cara mengganti kaleng beserta
labelnya agar terlihat seperti oli bermerek Super merupakan suatu penipuan (
Pasal 1328 KUH Per ). Jadi, perjanjian tersebut dianggap tidak sah dan akibat
hukumnya adalah dapat dibatalkan dikarenakan alasan penipuan.
- Pada kasus No.5
A bermaksud
mengadakan perjanjian jual beli mobil Avanza dengan B, ternyata dia mengadakan
perjanjian dengan orang yang bernama sama dengan B. Sedangkan mengenai
pokok perjanjian tidak ada keberatan sama sekali, hanya keliru orangnya. Pada
kasus No.5 ini, sama halnya dengan kasus No.3, adanya kekhilafan atau
kekeliruan ( error in persona ), yang sebagaimana diatur dalam Pasal 1322 KUH
Per. Perjanjian tersebut dianggap tidak sah dan akibat hukumnya adalah
perjanjian tersebut dapat dibatalkan.